Jumat, 07 Juni 2013

Beriman dengan Perasaan

Jika aku beriman dengan perasaan, aku tentu sudah keluar dari islam.
Bagaimana tidak, agama yang aku anut ini dianggap sebagai ancaman oleh sebagian besar penduduk bumi. Dilabeli sebagai peneror nomor satu dan penyebar peperangan.
Jika aku beriman dengan perasaan, tentu aku akan segera murtad dan pindah keyakinan.
Bagaimana tidak, agama yang aku anut ini memutuskan kematian bagi pecinta sejenis (homo,gay,lesbi,dsb). Ketika di sisi lain dunia berteriak tidak berperikemanusiaan dan melanggar HAM.
Jika aku beriman dengan perasaan, tentu aku akan meninggalkan agama yang katanya “tidak berperikemanusiaan” ini.
Bagaimana tidak, dunia ini penuh oleh 7 milyar manusia. Dimana disetiap tempat akan aku temukan konsep tuhan yang berbeda. Bagaimana aku tahu konsep mana yang paling benar. Karena aku yakin, hanya ada satu kebenaran.
jika aku beriman dengan perasaan, tentu aku akan keluar dari agama ini untuk mencari ketenangan disisi lain.
Bagaimana tidak, aku diwajibkan beribadah lima kali sehari dengan ancaman neraka jika melalaikannya.
Jika aku beriman dengan perasaan, tentu aku akan keluar dari agama ini mencari kebebasan.
Bagaimana tidak, agama ini mengharamkan pacaran, sesuatu yang dianggap kewajaran oleh masyarakat. Agama ini mensyariatkan poligami, yang dibenci oleh para istri.
Jika aku beriman dengan perasaan, untuk apa aku bertahan dengan semua ini.
Lalu, apa yang membuatku bertahan sejauh ini. Apakah aku telah mati perasaan (?). Aku adalah seorang theis (percaya tuhan) dan aku yakin hanya ada satu kebenaran.
Aku tidak percaya bahwa semua keyakinan adalah benar. Jelas aku fanatik, bahwa keyakinanku adalah yang paling benar. Tapi kefanatikanku tidak membabi buta sehingga mencaci maki keyakinan yang lain. Keyakinanku menyuruhku untuk menghormatinya dengan sebaik-baiknya.
Jika tidak fanantik, jangan-jangan aku membatalkan keimanan, menjadi seorang pluralis yang tak bisa membedakan mana kebenaran hakiki dan mana perasaan.
Apa yang membuatku bertahan? Karena aku menemukan kebenaran, dan kebenaran itu ditemukan melalui akal.
Agama bukanlah perasaan. Kita harus mencari kebenaran, dan hanya ada satu kebenaran di muka bumi ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar