Kamis, 28 Februari 2013

10 HAL YANG DIMILIKI SEORANG PEMBOHONG

Salah satu paradoks dalam kehidupan sosial adalah kenyataan bahwa meski orang-orang secara kolektif mencari dan memuja kejujuran, secara individual kebohongan senantiasa terjadi. Anak berbohong pada orang tua (dan sebaliknya), kriminal berbohong pada yang berwajib (dan seringkali dalam beberapa kondisi juga sebaliknya), pasien berbohong pada dokternya (juga sebaliknya), dan banyak lagi kebohongan-kebohongan hidup dalam pengalaman keseharian kita.

Begitu penelitian ilmiah menydari bahwa rasionalitas dan emosionalitas merupakan dua polar penting dalam tiap pengambilan keputusan dan keterlaksanaan perilaku manusia, kita menyadari bahwa berbohong ternyata lebih lazim daripada yang kita bayangkan. Demikianlah ironi yang terjadi ketika karakteristik dasar seseorang seolah “dilatih” untuk berbohong, dunia menuntut dan memuja kejujuran mutlak – suatu hal yang justru sering dianggap jadi “penyakit” bagi dunia normal kita.

Penelitian tentang kebohongan telah sedemikian maju dan pesat, seiring berbagai breakdown yang dilakukan dunia sains terhadap apa yang rasional dan apa yang emosional tersebut [3], bagaimana kebohongan muncul mulai dalam komunikasi verbal bahkan yang tak verbal [4], perilaku pencitraan diri [2], dalam interaksi interpersonal kita [1]. Dari kerja-kerja empiris ini, kita kini menyadari bahwa ada beberapa hal fundamental yang mesti dimiliki oleh seorang pembohong:

1. Ekspresif dan pintar akting.
Tentu kita sudah tahu, aktor yang baik adalah pembohong yang baik. AKtor yang baik terlihat sedemikian menyatu dengan hal yang diperankannya meski sangat jauh dari sikap diri aslinya. Perilaku yang ekspresif dari seorang pembohong akan memberikan kesan pertama yang baik sehingga ia lebih mudah membelokkan berbagai fakta dengan kebohongan yang di-akting-kannya. Yang jelas seorang pembohong yang baik merupakan seorang yang dapat tampil natural dan seolah penuh dengan spontanitas.

2. Kepercayaan diri.
Seorang yang berbohong mesti memiliki keyakinan diri yang tinggi bahwa ia mampu membohongi obyek yang sedang dibohonginya. Sedikit saja ketidakpercayaan diri akan merusak bangunan kebohongan yang ditampilkannya. Dalam percakapan, seorang pembohong yang baik cenderung mendominasi, namun memiliki kemampuan pula untuk terlihat rileks, santai, berisi, dan percaya diri.

3. Pengalaman.
Kebiasaan berbohong akan sangat membantu seorang pembohong untuk mengendalikan emosi dan perasaannya sendiri terkait kebohongannya. Semakin sering berbohong, semakin rendah peluang seseorang merasa bersalah akan kebohongannya.

4. Penampilan fisik yang menarik.
Demikianlah evolusi kognitif kita, terlepas dari adil atau tidak, orang-orang yang ganteng dan cantik cenderung dipandang lebih jujur daripada mereka yang lebih jelek atau buruk tampangnya.

5. Pembicara yang handal.
Seorang pembohong seringkali bermain-main dalam verbalitas dalam banyak pilihan kata. Kemampuan mengolah kata yang baik akan memberikan waktu bagi seorang pembohong untuk membuat kebohongannya menjadi lebih meyakinkan. Dalam membangun cerita bohongnya, seorang pembohong yang baik cenderung membelokkan fakta daripada membuat cerita baru yang sama sekali baru. Kebohongan yang tak jauh dari kenyataan, melalui tambalan-tambalan verbal atas informasi, cenderung lebih tak menyedot energi dan pemikiran dalam membangun sebuah bangunan kebohongan. Seorang pembohong yang baik tahu kapan untuk berbicara dan kapan untuk diam. Ungkapan-ungkapan yang ringkas yang menambal informasi faktual akan lebih meyakinkan dan mempermudah proses kebohongan. Semakin sedikit informasi yang diungkap tentu akan semakin membuat sulit mendeteksi kebohongan.

6. Persiapan yang baik.
Katanya, kebohongan yang diucapkan seribu kali bisa jadi kebenaran. Dengan persiapan dan latihan yang baik, seorang pembohong akan menjadi lancar dan lincah sehingga berbagai kepalsuan semakin tak terlihat.

7. Kemampuan kamuflase perasaan hati sendiri.
Seseorang perlu membohongi perasaan diri sendiri sebelum mampu membohongi orang lain. Mereka yang terbiasa jujur dan tak mampu melakukan kamuflase emosi sendiri cenderung akan menampilkan perilaku, mimik wajah, dan bahasa tubuh yang berlawanan dengan apa yang diutarakannya secara verbal.

8. Kecerdasan, kreativitas, dan kemampuan berfikir cepat.
Berbagai jeda bicara seperti "mmmm", "...eee", dan sebagainya seringkali diungkap sebagai sinyal kebohongan oleh orang lain. Seseorang perlu memiliki kecerdasan dan penguasaan materi kebohongan sehingga secara kreatif dan cepat dapat menguasai keadaan tiap kali ada muncul ketakpercayaan orang lain akan kebohongannya. Semakin cerdas seseorang semakin baik kebohongan yang ditampilkannya.

9. Daya ingat yang baik.
Biasanya sebuah kebohongan perlu di-back up oleh banyak kebohongan lain. Sedikit saja inkonsistensi dalam bangunan cerita kebohongan seseorang akan sangat berbahaya bagi seorang pembohong. Seorang pembohong yang baik mesti memiliki daya ingat yang baik akan berbagai cerita dan bangunan kebohongan yang ia sedang yakinkan pada orang lain.

10. Responsif dan sensitif.
Seorang pembohong yang baik harus tanggap dan peka terhadap kecurigaan yang mungkin timbul dari orang yang sedang dibohongi. Semakin peka seseorang akan hal ini akan memberikan peluang baginya untuk mengantisipasi dan menyusun strategi baru saat tiap kali kecurigaan mulai muncul. Seorang pembohong yang baik dapat menyembunyikan informasi dari responnya atas tanggapan orang lain terhadap ceritanya, dan sebaik-baik respon seorang pembohong adalah respon yang tak bisa diverifikasi orang lain, misalnya dengan mengatakan "...saya sejujurnya agak lupa hal itu!" - sebuah kalimat yang sulit untuk diverifikasi.

Seorang pembohong yang memiliki kesepuluh hal tersebut akan menjamin kebohongan terjaga dalam tiap upaya berbohong. Satu hal yang timpang dari kesepuluh hal tersebut akan membuat seorang pembohong mudah untuk dicurigai dan kebohongan menjadi gagal.
Dan kebohongan itu adalah kamu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar