10 HAL YANG DIMILIKI SEORANG PEMBOHONG
Salah satu paradoks dalam kehidupan sosial adalah kenyataan bahwa meski
orang-orang secara kolektif mencari dan memuja kejujuran, secara
individual kebohongan senantiasa terjadi. Anak berbohong pada orang tua
(dan sebaliknya), kriminal berbohong pada yang berwajib (dan seringkali
dalam beberapa kondisi juga sebaliknya), pasien berbohong pada dokternya
(juga sebaliknya), dan banyak lagi kebohongan-kebohongan hidup dalam
pengalaman keseharian kita.
Begitu penelitian ilmiah menydari
bahwa rasionalitas dan emosionalitas merupakan dua polar penting dalam
tiap pengambilan keputusan dan keterlaksanaan perilaku manusia, kita
menyadari bahwa berbohong ternyata lebih lazim daripada yang kita
bayangkan. Demikianlah ironi yang terjadi ketika karakteristik dasar
seseorang seolah “dilatih” untuk berbohong, dunia menuntut dan memuja
kejujuran mutlak – suatu hal yang justru sering dianggap jadi “penyakit”
bagi dunia normal kita.
Penelitian tentang kebohongan telah
sedemikian maju dan pesat, seiring berbagai breakdown yang dilakukan
dunia sains terhadap apa yang rasional dan apa yang emosional tersebut
[3], bagaimana kebohongan muncul mulai dalam komunikasi verbal bahkan
yang tak verbal [4], perilaku pencitraan diri [2], dalam interaksi
interpersonal kita [1]. Dari kerja-kerja empiris ini, kita kini
menyadari bahwa ada beberapa hal fundamental yang mesti dimiliki oleh
seorang pembohong:
1. Ekspresif dan pintar akting.
Tentu
kita sudah tahu, aktor yang baik adalah pembohong yang baik. AKtor yang
baik terlihat sedemikian menyatu dengan hal yang diperankannya meski
sangat jauh dari sikap diri aslinya. Perilaku yang ekspresif dari
seorang pembohong akan memberikan kesan pertama yang baik sehingga ia
lebih mudah membelokkan berbagai fakta dengan kebohongan yang
di-akting-kannya. Yang jelas seorang pembohong yang baik merupakan
seorang yang dapat tampil natural dan seolah penuh dengan spontanitas.
2. Kepercayaan diri.
Seorang yang berbohong mesti memiliki keyakinan diri yang tinggi bahwa
ia mampu membohongi obyek yang sedang dibohonginya. Sedikit saja
ketidakpercayaan diri akan merusak bangunan kebohongan yang
ditampilkannya. Dalam percakapan, seorang pembohong yang baik cenderung
mendominasi, namun memiliki kemampuan pula untuk terlihat rileks,
santai, berisi, dan percaya diri.
3. Pengalaman.
Kebiasaan
berbohong akan sangat membantu seorang pembohong untuk mengendalikan
emosi dan perasaannya sendiri terkait kebohongannya. Semakin sering
berbohong, semakin rendah peluang seseorang merasa bersalah akan
kebohongannya.
4. Penampilan fisik yang menarik.
Demikianlah evolusi kognitif kita, terlepas dari adil atau tidak,
orang-orang yang ganteng dan cantik cenderung dipandang lebih jujur
daripada mereka yang lebih jelek atau buruk tampangnya.
5. Pembicara yang handal.
Seorang pembohong seringkali bermain-main dalam verbalitas dalam banyak
pilihan kata. Kemampuan mengolah kata yang baik akan memberikan waktu
bagi seorang pembohong untuk membuat kebohongannya menjadi lebih
meyakinkan. Dalam membangun cerita bohongnya, seorang pembohong yang
baik cenderung membelokkan fakta daripada membuat cerita baru yang sama
sekali baru. Kebohongan yang tak jauh dari kenyataan, melalui
tambalan-tambalan verbal atas informasi, cenderung lebih tak menyedot
energi dan pemikiran dalam membangun sebuah bangunan kebohongan. Seorang
pembohong yang baik tahu kapan untuk berbicara dan kapan untuk diam.
Ungkapan-ungkapan yang ringkas yang menambal informasi faktual akan
lebih meyakinkan dan mempermudah proses kebohongan. Semakin sedikit
informasi yang diungkap tentu akan semakin membuat sulit mendeteksi
kebohongan.
6. Persiapan yang baik.
Katanya, kebohongan
yang diucapkan seribu kali bisa jadi kebenaran. Dengan persiapan dan
latihan yang baik, seorang pembohong akan menjadi lancar dan lincah
sehingga berbagai kepalsuan semakin tak terlihat.
7. Kemampuan kamuflase perasaan hati sendiri.
Seseorang perlu membohongi perasaan diri sendiri sebelum mampu
membohongi orang lain. Mereka yang terbiasa jujur dan tak mampu
melakukan kamuflase emosi sendiri cenderung akan menampilkan perilaku,
mimik wajah, dan bahasa tubuh yang berlawanan dengan apa yang
diutarakannya secara verbal.
8. Kecerdasan, kreativitas, dan kemampuan berfikir cepat.
Berbagai jeda bicara seperti "mmmm", "...eee", dan sebagainya
seringkali diungkap sebagai sinyal kebohongan oleh orang lain. Seseorang
perlu memiliki kecerdasan dan penguasaan materi kebohongan sehingga
secara kreatif dan cepat dapat menguasai keadaan tiap kali ada muncul
ketakpercayaan orang lain akan kebohongannya. Semakin cerdas seseorang
semakin baik kebohongan yang ditampilkannya.
9. Daya ingat yang baik.
Biasanya sebuah kebohongan perlu di-back up oleh banyak kebohongan
lain. Sedikit saja inkonsistensi dalam bangunan cerita kebohongan
seseorang akan sangat berbahaya bagi seorang pembohong. Seorang
pembohong yang baik mesti memiliki daya ingat yang baik akan berbagai
cerita dan bangunan kebohongan yang ia sedang yakinkan pada orang lain.
10. Responsif dan sensitif.
Seorang pembohong yang baik harus tanggap dan peka terhadap kecurigaan
yang mungkin timbul dari orang yang sedang dibohongi. Semakin peka
seseorang akan hal ini akan memberikan peluang baginya untuk
mengantisipasi dan menyusun strategi baru saat tiap kali kecurigaan
mulai muncul. Seorang pembohong yang baik dapat menyembunyikan informasi
dari responnya atas tanggapan orang lain terhadap ceritanya, dan
sebaik-baik respon seorang pembohong adalah respon yang tak bisa
diverifikasi orang lain, misalnya dengan mengatakan "...saya sejujurnya
agak lupa hal itu!" - sebuah kalimat yang sulit untuk diverifikasi.
Seorang pembohong yang memiliki kesepuluh hal tersebut akan menjamin
kebohongan terjaga dalam tiap upaya berbohong. Satu hal yang timpang
dari kesepuluh hal tersebut akan membuat seorang pembohong mudah untuk
dicurigai dan kebohongan menjadi gagal.
Dan kebohongan itu adalah kamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar