BERTUTUR KATA YANG BAIK
Dasar
bertutur kata yang baik bukan untuk mendapatkan pujian, atau agar
dikatakan sebagai orang yang shaleh, dsb. Namun hendaknya dalam bertutur
kata yang baik, semata-mata didasari untuk mengharapkan keridhaan Allah
Ta'ala. Sehingga kendatipun ada seseorang yang mengatakan sesuatu yang
tidak baik terhadap kita, maka kita tetap harus bertutur kata yang baik
terhadapnya. Karena tujuan kita dalam bertutur kata yang baik adalah
mengharapkan keridhaan Allah Ta'ala, bukan supaya orang lain juga
berkata-kata yang baik kepada kita. Karena sesungguhnya untuk mengetahui
“rahasia” seseorang, dapat kita lihat dari tutur katanya.
Dari
Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wa Salam bersabda, ‘
Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah
ia tidak menyakiti tetangganya. Dan barang siapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya. Dan barang
siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia
bertakat-kata yang baik atau hendaklah ia diam. ” (HR. Bukhari &
Muslim)
Kebalikan dari berturur kata yang baik adalah
berkata-kata yang kasar dan atau kotor. Indikasi dari suatu perkataan
itu baik atau tidak adalah bahwa perkataan kita tidak menjadikan orang
lain sakit hati, tersinggung, marah dan kecewa. Maka jika diperhatikan
dalam hadits diatas : ‘Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan
hari akhir, maka hendaklah ia bertakat-kata yang baik atau hendaklah ia
diam.” Artinya bahwa diamnya seseorang yang “khawatir” salah ucap yang
mengakibatkan “ketersinggungan” orang lain, adalah jauh lebih baik di
bandingkan dengan orang yang “memaksakan diri” untuk berbicara,
sementara isi pembicaraannya menyinggung, atau menyakiti hati orang lain
.
Diantara bentuk tutur kata yang kurang baik adalah “bercanda” atau
guyonan yang malampaui batas. Baik melampaui batas secara syar'i
(misalnya guyonan dalam masalah nikah, “aku terima nikahnya”, dsb),
maupun melewati batas kewajaran (misalnya ungkapan yang
bersifat“ngerjain” orang lain, untuk bahan tertawaan), dsb. Sebaiknya
hal-hal seperti ini perlu dikurangi, atau jangan berlebihan.
Hadits di atas juga menggambarkan keterkaitan antara bertutur kata yang
baik dengan iman kepada Allah dan Rasul-Nya. Hal ini menggambarkan bahwa
ternyata apapun yang kita ucapkan kelak akan dimintai pertanggung
jawaban dari Allah Ta'ala. Oleh karenanya, hendaknya setiap kita harus
berusaha untuk memilih dan memilah ketika bertutur kata.
Allah
Ta'ala. berfirman : “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan
ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir." (QS. Qaaf : 18)
Perkataan yang tidak baik akan mengakibatkan “hilangnya”pahala amal
shaleh seorang. Dalam sebuah riwayat dikisahkan sebagai berikut :
Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwasanya Rasulullah Shallallahu'alaihi
Wa Salam bersabda, 'Tahukah kalian siapakah orang yang muflis (bangkrut)
itu? Para sahabat menjawab, 'Orang yang muflis (bangkrut) diantara kami
adalah orang yang tidak punya dirham dan tidak punya harta.' Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wa Salam bersabda, 'Orang yang muflis (bankrut) dari
umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala)
melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, namun ia juga datang (membawa
dosa) dengan mencela si fulan, menuduh si fulan, memakan harta ini dan
menumpahkan darah si ini serta memukul si ini. Maka akan diberinya
orang-orang tersebut dari kebaikan-kebaikannya. Dan jika kebaikannya
telah habis sebelum ia menunaikan kewajibannya, diambillah keburukan
dosa-dosa mereka, lalu dicampakkan padanya dan ia dilemparkan ke dalam
neraka. (HR. Muslim)
Wallahu A’lam
Semoga dapat menjadi bahan renungan bagi kita ke arah yang lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar